Hal Sunnah Saat Puasa
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut rumaysho.com akan menjabarkan beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga kita bisa mengamalkannya.
1. Mengakhirkan Sahur
Disunnahkan
bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur. Al Khottobi
mengatakan bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama Islam selalu
mendatangkan kemudahan dan tidak mempersulit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ
“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.”
Makan sahur juga merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa Yahudi-Nashrani (ahlul kitab). Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.”At Turbasyti mengatakan, “Perbedaan makan sahur kaum muslimin dengan
ahlul kitab adalah Allah Ta’ala membolehkan pada umat Islam untuk makan
sahur hingga shubuh, yang sebelumnya hal ini dilarang pula di awal-awal
Islam. Bagi ahli kitab dan di masa awal Islam, jika telah tertidur,
(ketika bangun) tidak diperkenankan lagi untuk makan sahur. Perbedaan
puasa umat Islam (saat ini) yang menyelisihi ahli kitab patut disyukuri
karena sungguh ini adalah suatu nikmat.”
Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّحُورُ
أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ
جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ
“Sahur adalah makanan yang
penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya
sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan
para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.”
Disunnahkan
untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat
dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia
berkata,
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ
كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu
Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan
sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al
Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur
adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu
sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin
menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya
makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena
ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan
meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam
hari.”
Syaikh
‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al
Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya,
“Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di
bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi
waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu
imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum
adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
Syaikh rahimahullah menjawab:
Saya
tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit
sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As
Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah
mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)
Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الفَجْرُ
فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ،
وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ
فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan
untuk makan dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar
masuknya waktu shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk
shalat shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar
yang muncul sebelum fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al
Baihaqi dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang
diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni
dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al
Hakim mengeluarkan hadits ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana
terdapat dalam Bulughul Marom)
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
(HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan
Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa
adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini
mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau
tidaklah mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya
“Waktu shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”
2. Menyegerakan berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”[12]
Dalam hadits yang lain disebutkan,
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.”[13]
Dan inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi
dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya
bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka.[14]
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah
menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan
akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ
أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ
لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma
basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau
berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian
beliau berbuka dengan seteguk air.”
3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.
Dalilnya
adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas. Hadits tersebut
menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan
kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan
dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan
bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu
akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.
4. Berdo’a ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada
tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2)
Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.”[17]
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang
yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan
merendahkan diri.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh
zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa
haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah
ditetapkan insya Allah)”
Adapun do’a berbuka,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)” Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Begitu pula do’a berbuka,
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula
‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan
yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.
Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.
5. Memberi makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa
memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang
yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu
sedikit pun juga.”
6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَ
النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ،
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ،
وَكَانَ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى
رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - الْقُرْآنَ ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ
السَّلاَمُ - كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan
kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di
bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau.
Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan
Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai
dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril
‘alaihi salam datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat
dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau
memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir
dan i’tikaf.”
Dengan banyak berderma melalui memberi makan
berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju
surga. Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا
وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ
هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ
الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ
نِيَامٌ »
"Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang
mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya
terlihat dari bagian luarnya." Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, "Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Untuk
orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa
berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur."
Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
0 comments:
Post a Comment